Earth Hour 2018 @TBM Citra Raya Kab. Tangerang

Pada hari Sabtu, 24 Maret 2018 kemarin kami kru pegiat literasi TBM Citra Raya memperingati jam Earth Hour sedunia pada pukul 20:30 - 21:30 waktu setempat. Kak, apa sih itu Earth Hour? Lanjutkan membacanya ya..!



Acara malam itu baru kami mulai pukul 19:30 di Lantai 1 Ruko TBM. Rintik-rintik air hujan yang sempat turun sekitar jam 18:15 telah mengurungkan niat kami untuk mengadakan acara ini di Pelataran Ruko TBM. Menyadari bahwa sebagian besar calon peserta acara ini akan berangkat menuju TBM menggunakan motor, kami pun memberikan waktu allowance 30 menit setelah hujan rintik berkurang intensitasnya menjadi tetesan gerimis saja. Benar saja, penantian kami terbayarkan dengan kedatangan pasukan TBM Ratu Cerdas dari Pasarkemis yang dikomandoi oleh Kang Panjul.

Untuk mencairkan suasana, Bu Dwi, salah seorang relawan baru TBM tetapi sangat senior di dunia ke-relawan-an Indonesia ini mengawali acara dengan seni bertepuk tangan: "Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota..". Adapun gerakan tepuk tangan pada lagu ini bukanlah gerakan tepuk tangan yang monoton seperti ketika kita memberikan tepuk tangan aplaus, melainkan gerak koordinasi antara menepuk paha, menepuk kedua belah tangan, dan menyentikkan jari. Kakak-kakak yang dalam kesehariannya tidak terlatih dengan brain gym ini kelihatan cukup kesulitan untuk mengkoordinasikan gerakan tangannya. Tidak selesai sampai di situ, Bu Dwi juga mengajak kami semua untuk melakukan gerakan tepuk berpasang-pasangan dengan variasi tepuk kanan tepuk kiri 1x, tepuk bersama, bahu, paha, hingga tepuk kanan tepuk kiri 2x, dan seterusnya dan seterusnya. Gerakan ini sebenarnya cukup mudah, hanya saja membutuhkan konsentrasi yang cukup tinggi karena Bu Dwi mengatur ritmenya dengan menyebutkan "1x" (artinya tepuk tangan tepuk kiri hanya 1x sebelum tepuk bersama), "2x" (artinya tepuk tangan tepuk kiri 2x sebelum tepuk bersama) dan seterusnya. Seni bertepuk tangan yang sangat sederhana ini ternyata mampu mendatangkan kebahagiaan bagi kami dan menawarkan keseruan tersendiri. "Seni bertepuk tangan" ini sebenarnya mengajarkan kepada kita bahwa kita sebenarnya tidak memerlukan energi listrik untuk bisa bahagia, "Tidak perlu chattingan atau mainan HP atau gadget, tetapi bisa mengisi waktu dengan gembira kan?", tanya Bu Dwi retoris.

Permainan berikutnya yang tak kalah seru adalah permainan cerita yang mempunyai "kata kunci". Apabila kata kunci ini disebutkan, serentah seluruh peserta harus mencari teman untuk berkelompok sesuai dengan asosiasi yang disebutkan oleh kata kunci tersebut. Contoh, Bu Dwi menyebutkan lampu merah. Hal itu berarti kami harus membentuk kelompok yang berisi 3 orang. "Mobil!" berarti kami harus membentuk kelompok yang berisikan 4 orang. Lagi-lagi Bu Dwi mengajarkan dalam permainan ini bahwa masih terdapat banyak hal/ permainan yang bisa mengisi waktu-waktu luang kita selain menundukkan kepala memasuki dunia maya..

Peeet, lampu pun tiba-tiba mati. Waktu sudah menunjukkan pukul 20:30. Kami pun kembali duduk dengan formasi lingkaran dan Kak Dhanis pun segera menjelaskan mengenai Earth Hour.

Seperti dilansir dari website wwf.or.id,

"Gaung perayaan Earth Hour kembali mulai terdengar. Earth Hour yang awalnya hanya merupakan momen mematikan lampu selama selama satu jam telah bertransformasi menjadi gerakan publik (individu, kelompok, korporasi) untuk bisa melakukan apa saja demi menyelamatkan Bumi. Tahun ini, Earth Hour 2018 akan dirayakan pada Sabtu, 24 Maret 2018 dengan mengusung tema #Connect2Earth. Tema tersebut bertujuan untuk membangun kesadaran publik supaya terhubung kembali dengan Bumi sebagai tempat tinggal bersama dengan makhluk hidup lainnya"

gerakan mematikan lampu selama satu jam saja ini ternyata telah membantu menghemat konsumsi energi secara signifikan. Kak Dhanis, salah seorang pengurus komunitas lingkungan hidup di Kab. Tangerang ini memberi perumpamaan sebagai berikut
- Sebuah rumah memiliki 5 buah lampu dengan daya 20 W. Sejam mematikan lampu berarti telah menghemat 100 Wh per rumah.
- Apabila dalam sebuah kelurahan ada 100 rumah yang mau ikut serta dalam gerakan mematikan lampu ini, berarti ada 10 kWh konsumsi energi listrik yang bisa dihemat
Waaah, ternyata sejam mematikan lampu itu punya dampak yang luar biasa yah!


Bu Dwi pun menambahkan bahwa mematikan lampu seperti ini hanyalah salah satu cara untuk menghemat konsumsi energi listrik. Kebiasaan mencabut charger HP dari stop kontak pun sudah mampu menyelamatkan bumi kita yang tercinta ini. Bu Dwi kemudian memperluas cara-cara menjaga dan melestarikan kehidupan di Bumi ini dengan tema sampah plastik. Beliau memperkenalkan prakarya-prakarya hasil olahan botol plastik yang sudah terpampang di TBM kebanggaan masyarakat Citra Raya ini.

Usai sesi Bu Dwi, Kang Kris dari generasi milenial pun melanjutkan acara dengan musikalisasi puisi. Bersama Kak Amel dan Kak Devi mereka menyanyikan lagu Lestari Alamku karya Gombloh yang kemudian disambung dengan sebuah puisi dari Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) oleh Kak Rizal. Kak Rizal kemudian melanjutkan dengan sebuah lantunan doa, yang diakuinya terucap secara spontan setelah menyelesaikan puisi lingkungan hidup yang dibawakannya. Luar biasa!

Tak lengkap rasanya sebuah acara yang dihadiri oleh pegiat literasi tanpa dilanjutkan dengan sesi sharing tentang TBM dan dunia literasi. Pada awalnya sesi ini sempat kurang berjalan dengan baik. Melihat hal ini, Bu Indah, salah seorang relawan pertama TBM Citra Raya, langsung memulai sharing-nya mengenai TBM yang dulu dikelolanya di tahun 2005, hal-hal yang membuat perjuangan literasinya sempat terhenti, hingga kisah pertemuannya dengan Kang Kris secara kebetulan, yang telah membawanya kembali dalam dunia literasi kembali. 

Daaan dimulailah sharing-sharing berikutnya dari Bu Dwi, Bang Idham dari Yayasan Laa Tahzan, Kang Panjul dari TBM Ratu Cerdas, Mbak Dewi dari TBM Baleraja, Kang Ari dari TBM Panggung Inspirasi, hingga Kang Firmansyah dari Bantenbooks. Beberapa kali Kak Dhanis tampak memberi kode kepada Kang Kris untuk segera menyalakan lampu, tetapi Kang Kris tidak ingin sesi sharing yang sudah mengalir ini jangan-jangan menjadi mandheg lagi setelah lampu dinyalakan (peserta menjadi malu-malu kembali..). Alhasil kami baru menyalakan lampu pukul 21:45, dan itu berarti kami telah menghemat energi listrik lebih dari 1 jam di malam itu. Hidup pegiat literasi!!

Karena hari sudah cukup malam, Kang Kris pun berinisiatif untuk mengakhiri acara tersebut secara formal dengan berfoto bersama. Sudah bukan rahasia lagi kalau pegiat literasi amat sangat menunggu-nunggu hari Minggu: kesempatan untuk menggiatkan literasi mendekat ke masyarakat dengan gelar buku.

Beberapa pegiat literasi yang masih belum puas dengan sesi sharing malam itu melanjutkan diskusi di lantai 2, di Ruang Baca TBM. Sementara beberapa peserta yang lain tidak melanjutkan karena hari memang sudah malam, dan rumah mereka berlokasi cukup jauh dari TBM - salah satu hal yang menjadi kekhasan Kab. Tangerang yang wilayahnya memang sangat luas ini.

Malam ini kami pegiat literasi boleh merayakan Earth Hour bersama, boleh mendapatkan literasi lingkungan hidup dari Bu Dwi dan Kak Dhanis, dan boleh mendapatkan teman-teman yang baru. We are Tangerang! Salam Literasi!!

Comments

Post a Comment