Jumpa Tokoh Literasi Nasional di Perpusda Salatiga (Bagian 1)


Tokoh Literasi Nasional di Salatiga? Mana tuh Salatiga? Emang Salatiga ada di dekat Jabodetabek gitu?

Cerita ini ditulis oleh salah seorang relawan TBM Citra Raya Tangerang tengah pulang ke kampung halamannya di Jawa Tengah, tepatnya Kota Salatiga. Adapun Kota Salatiga ini letaknya ada di jalan nasional di antara Kota Semarang dan Kota Solo. Kota ini memang tergolong kota kecil, karena hanya berpenduduk 200.000an ribu jiwa.

"Kak, nanya dong. Di Salatiga ada mall apa?"
"Ealah dek, jangankan mall, yang namanya gedung bioskop aja kota ini nggak punya. Tapi jangan salah, kota ini (atau paling tidak daerah Kabupaten Semarang yang berbatasan dengan kota ini) telah melahirkan banyak tokoh nasional"
Salah satunya adalah Mas Eko Sanyoto Nugroho (Mas Eko), yang pada tanggal 17 Januari lalu mendapatkan penghargaan tingkat nasional berupa motor perpustakaan keliling dari Presiden Jokowi atas karyanya di bidang iterasi.

"Seriusan kak? Jadi beneran ada tokoh literasi nasional asal Kabupaten Semarang dekat Salatiga?"

Ada dong. Jadi Mas Eko ini adalah penggagas simpul baca yang ia beri nama Cakruk Baca Bergerak. Semula, saya hendak menemui beliau di basecamp-nya di Dusun Demangan, Desa Kadirejo, Kecamatan Pabelan. Akan tetapi karena satu dan lain hal, Mas Eko ini baru saya temui saat ia bekerja di Perpusda Salatiga. Perkenalan dan diskusi ronde pertama berlangsung di meja resepsionis. Saya memulai pembicaraan dengan memperkenalkan TBM Citra Raya, sebuah TBM baru yang berdomisili di Kecamatan Panongan di Kabupaten Tangerang. TBM ini juga memiliki kegiatan rutin terjadwal pustaka bergerak, yakni gelar buku yang kami lakukan secara rutin setiap hari Minggu pagi.

Hal ini ditanggapi positif oleh Mas Eko. "Apabila pergerakannya rutin, bukan tidak mungkin TBM Citra Raya juga akan dilirik dan diberi penghargaan oleh Presiden Jokowi". Ia menjelaskan bahwa saat ini virus literasi memang tengah menjamur di seluruh Indonesia. Ia merasa beruntung karena termasuk salah seorang pegiat literasi angkatan pertama, sehingga namanya sudah lebih dikenal dibandingkan pegiat-pegiat literasi lainnya.  Saat saya bergabung, (pegiat literasi) Pustaka Bergerak baru ada 100an. Saat ini, pegiat literasinya sudah mencapai 800an. "Mas harus lebih unik daripada pegiat literasi lainnya, ini caranya supaya Mas bisa kelihatan"

Dalam menggerakan pustaka, semula Mas Eko ini menggunakan motor keliling pribadi yang diberi bronjong di sisi kiri dan kanannya. Di bronjong tersebut tertulis "Cakruk Baca Bergerak: Pintar itu Tidak Mahal".  Di tengah-tengah kesibukannya sebagai pustakawan, ia mengelilingkan buku di beberapa sekolah di Kecamatan Pabelan. "Keliling buku berikutnya hari Selasa pagi, karena hari itu saya masuk kerja siang", kata Mas Eko menjelaskan.  Ia juga sedikit mengomentari secara teknis konsep saya yang ingin membuat box buku sendiri di sebuah motor.
"Apabila membuat box buku, pastikan penutup box nya bisa terbuka ke atas seperti kap mobil, ini supaya tidak menghalangi anak-anak yang ingin melihat dan mencari-cari buku di dalam box". Saran ini saya nilai sangat luar biasa. Mas Eko memang seorang yang sudah sangat berpengalaman dalam Pustaka Bergerak!
             
Pengunjung perpustakaan mulai berdatangan dan Mas Eko mulai sibuk. Diskusi ronde pertama pun harus diakhiri. Sambil menunggu Mas Eko, saya pun masuk ke dalam gedung perpustakaan dan segera mencari buku Pak Eddy Supangkat, seorang penulis dan budayawan asal Kota Salatiga untuk diceritakan kepada Mas Eko. Dari 4 buku beliau yang saya cari, saya hanya berhasilkan menemukan 2 buku saja, yakni Galeria Salatiga dan Legenda Salatiga/ The Legend of Salatiga (edisi bilingual). Setelah Mas Eko sudah kelihatan tidak sibuk lagi, saya kembali mendekatinya untuk menunjukkan buku-buku tadi sekaligus mengisyaratkan agar Mas Eko mau meluangkan waktu untuk diskusi ronde kedua... (bersambung)

Comments