Masalah Pemasaran Produk Ekonomi Kreatif dari Daur Ulang Sampah


Juga berkecimpung di dunia persampahan, Kang Kris, Relawan TBM Citra Raya, mendapatkan terminologi "pembiayaan" untuk pertama kalinya ketika mengikuti Jambore Indonesia Bersih dan Bebas Sampah 2018 di Kota Malang, Jawa Timur. Banyak komunitas dan kelompok swadaya masyarakat yang mengurusi sampah akhirnya mandheg karena tidak berhasil menemukan solusi terkait pembiayaan dari operasional pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah yang berkelanjutan memang suka tidak suka membutuhkan sumber daya ekonomi yang stabil dan bisa berputar terus-menerus, yang utamanya didapatkan dari hasil pemasaran produk-produk daur ulang ini.


***
Implementasi pertama dari kegiatan "iqra" yang menjadi pondasi utama Komunitas Taman Baca TBM Citra Raya  telah melahirkan komunitas peduli sampah di kalangan ibu-ibu Graha Raflesia dan Graha Pesona. Berawal dari kegiatan workshop pemilahan sampah di hari #EcoDay 26 Agustus 2018 lalu, ibu-ibu dari 2 cluster belakang Perumahan Citra Raya Tangerang ini kini begitu bersemangat dalam menangani dan mengolah sampah di lingkungannya untuk bisa dijadikan produk daur ulang. Selvy, relawan TBM Citra Raya yang berasal dari Rajeg, begitu terpesona beberapa waktu yang lalu melihat sampah botol yakult, tutup botol kemasan aqua, dan sampah plastik yang biasa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari ternyata bisa disulap menjadi sebuah mainan robot oleh ibu-ibu ini. Pun begitu dengan Kang Tomas dari TBM Umah Ilmu Pasilian Kronjo, yang begitu terkagum-kagum melihat kreativitas produk-produk daur ulang yang dihasilkan oleh ibu-ibu tadi, ketika jelang pameran melihat barang-barang tersebut untuk sementara dititipkan di TBM.

Segala sesuatunya memang tidak bisa didapat secara instan. Proses belajar ibu-ibu tadi memakan waktu kurang lebih 1,5 bulan. Mama Alicia mengaku dalam membuat produk-produk daur ulang Ibu-ibu banyak belajar dari video-video di YouTube, selain dari kegiatan pelatihan yang diadakan oleh TBM Citra Raya pada tanggal 23 September 2018 kemarin. Adapun kegiatan pelatihan ini merupakan inisiatif dari Pak Feroz, Pak RW 04 Graha Raflesia yang sangat ingin bisa memfasilitasi kebutuhan warganya yang merasa "GeLiSah: Gemas Lihat Sampah". Pada hari yang ditunggu-tunggu oleh lingkungan hidup itu, selain Kang Tomas (yang sudah disebutkan di atas), TBM Citra Raya juga berhasil mendatangkan Bu Dwi, relawan TBM Citra Raya yang juga merupakan aktivis lingkungan hidup, dan Bang Ipin, punggawa Yayasan Oemah Daon Rajeg yang juga berkecimpung di dunia recycle.

Akhirnya, pada tanggal 21 Oktober 2018 berlangsunglah acara Pameran Produk Daur Ulang komunitas peduli sampah ecoday yang pertama di acara #EcoBike, sebagai buah hasil kerja sama antara ibu-ibu Graha Pesona & Graha Raflesia, TBM Citra Raya, dan Manajemen Perumahan Citra Raya. Ibu-ibu mengambil peran sebagai produsen produk-produk, TBM berperan sebagai edukator dan pengelola pameran, dan manajemen perumahan sebagai pihak penyedia fasilitas tenda di acara Puncak Festival #EcoCulture yang juga memperingati Hari Ulang Tahun Perumahan Citra Raya yang ke-24 itu. Saking antusiasnya, ibu-ibu tadi ternyata tidak hanya membuat produk daur ulang untuk dijual, tetapi juga membuat kostum sampah yang siap dipakai diperagakan oleh adik-adik kita yang masih duduk di bangku sekolah. Sekalipun masih terdapat beberapa kekurangan, Pak Asep Pembina TBM Ratu Cerdas pun menilai bahwa kegiatan peduli lingkungan ini luar biasa. Warga Graha Raflesia ini sudah betul-betul menghayati arti kata "EcoCulture", sebuah gaya hidup ramah lingkungan yang sudah mulai mengakar dalam kehidupan mereka sehari-hari.
***
Seperti disinggung di awal, sayangnya kegiatan komunitas peduli sampah ini pun kini terancam mandheg karena masalah klasik: pembiayaan. Pameran setengah hari yang berlangsung di hari EcoBike itu ternyata tidak berhasil membuat semua produk-produk daur ulang itu bisa laku terjual. Diskusi evaluasi singkat yang kami lakukan pada hari Senin, 22 Oktober 2018 lalu pun mengarah pada 4 kesimpulan
a. EcoCulture Festival kemarin memang dinilai lebih berfokus pada kegiatan Ecobike, bukan pada pameran produk daur ulang sampahnya
b. Ibu-ibu komunitas peduli sampah tadi juga menyadari bahwa keterampilan mereka masih perlu diasah lagi untuk bisa menghasilkan produk yang lebih premium dari segi kualitas dan kerapian
c. TBM tetap ingin mengambil peran sebagai edukator dan membantu pemasaran produk, akan tetapi dengan sarana dan prasarana yang dimiliki sekarang, TBM tidak mampu memamerkan produk-produk daur ulang tersebut di lokasi TBM
d. TBM akan mencari informasi-informasi pameran di tempat lain, berikut merangkul Manajemen Perum Citra Raya untuk ikut memikirkan solusi dari masalah pembiayaan yang dialami oleh ibu-ibu ini

Dalam perbincangan di warung kopi antara pihak TBM dan pihak manajemen perumahan yang diwakili oleh Pak Dedy, Perum Citra Raya sempat mempunyai pemikiran untuk meminjamkan kios kosong di tengah kawasan Mardigras. Kang Kris dari pihak TBM sendiri pun sempat menyampaikan, "Melihat yang sekarang aktif adalah Ibu-ibu dari Graha Raflesia, apakah sekiranya masih ada ruko kosong yang bisa dipinjamkan di kawasan Grand Boulevard (yang juga dekat lokasi pembangunan Mall Ciputra)?". Adapun pemikiran ini sebenarnya bukan tanpa dasar:
1. Orang yang mau membeli/ mengapresiasi produk-produk daur ulang ini adalah masyarakat berpendidikan tinggi, yang kemungkinan besar adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.
2. Slogan Eco/ EcoCulture yang diusung oleh pihak perumahan selama ini bukankah akan semakin menjadi berseri ketika diisi oleh pameran/ karnaval/ kegiatan-kegiatan positif dari warganya sendiri yang pelan-pelan sudah membentuk komunitas peduli sampah ini?

Kami TBM Citra Raya juga membuka kesempatan kepada pihak-pihak pemerintah/ swasta/ komunitas/ perseorangan yang mau terlibat untuk membantu memecahkan masalah pemasaran produk-produk daur ulang ini. Adakah dari pembaca yang terketuk hatinya?


Tangerang, 9 November 2018


der Gruene Baum

Comments

Post a Comment