Core Value Kurassaki - Kurangi Sampah Sekolah Kita

Halo pembaca!
Bagi kalian para pembaca di Kab. Tangerang pasti sudah nggak asing lagi dong dengan kata "Kurassaki"? Nah, berikut ini akan kami coba kupas lagi apa itu Kurassaki dan apa yang menjadi core value - nya

Kurassaki adalah akronim dari "Kurangi Sampah Sekolah Kita". Sekolah sebagai ujung tombak dunia pendidikan dinilai memegang peranan penting dalam upaya menyelesaikan permasalahan sampah secara tuntas. Benar saja, hari itu kami berkesempatan melihat pendekatan Pak Imam Sutopo dalam menjelaskan Materi Kurassaki ini pada para guru, orang tua murid, dan para pedagang di sekitar sekolah.


BERTANYA KEPADA SI ANAK
Sebelum memasuki ruangan dialog, Pak Imam bertanya kepada seorang anak yang tangannya memegang 2 kantong plastik jajanan. "Dik, kalau jajanannya sudah habis, kantong plastiknya dibuang ke mana?". Zidan, si anak kemudian hanya bisa menjawab tanpa pembelaan, "Ya, dibuang ke tempat sampah Pak". Pak Imam kemudian melanjutkan pertanyaan dengan menanyakan apakah sampah yang telah dibuang tadi bisa menyebabkan masalah. Sekali lagi, Zidan pun mengiyakan bahwa sampah memang telah menyebabkan masalah. Pak Imam pun menyampaikan kalimat pamungkasnya, "Kalau Zidan menyebabkan masalah, Zidan itu berarti bukan anak baik ya?". Zidan hanya bisa tertunduk malu sambil sesekali mencuri pandang ingin melihat reaksi teman-temannya.


BERTANYA KEPADA KANG SOSIS
Pedagang di sekitar sekolah pun juga merupakan komponen dari Kurassaki. Kepada Kang Sosis Pak Imam bertanya berapa banyak kantong plastik yang dijadikan wadah sosis dalam seminggu. Kang Sosis pun menyebutkan bahwa dalam seminggu rata-rata ia perlu membeli 3 kantong plastik @Rp 6.500,-. "Aha, kita bulatkan saja berarti Rp 20.000,- per minggu untuk membeli kantong plastik ya? ". Pak Imam pun melanjutkan bahwa dalam sebulan, ini berarti Kang Sosis dapat menghemat uang sekitar Rp 80.000,- apabila tidak membeli kantong plastik untuk dijadikan wadah sosis yang dijualnya. Kang Sosis pun mengamini, tetapi juga tidak 100% bisa melakukan itu karena seringkali anak-anak yang membeli sosis tidak membawa wadah sendiri.

MENGAPRESIASI SI ANAK BAIK
Zidan bukan satu-satunya anak yang ditanya oleh Pak Imam. Adalah Arimbi, seorang murid kelas V yang juga "disidak" oleh Pak Imam. Nah, Arimbi ini adalah seorang "anak baik", dapat dilihat dengan botol minum berkali-kali pakai yang dibawanya. Pak Imam menanyakan kenapa si Arimbi mau membawa botol minum tersebut, dan Arimbi pun menjawab, "karena setelah selesai digunakan bisa dicuci dan digunakan kembali Pak, tidak dibuang ke tempat sampah". Apresiasi pun Pak Imam berikan kepadanya di hadapan Zidan dan teman-temannya yang lain. Demikianlah Pak Imam memberikan pendidikan Kurassaki kepada anak-anak.

Prolog yang cukup panjang hehe, untuk menghemat waktu sekarang mari kita masuk ke Pertemuan Kurassaki antara Guru - Orang tua - Pedagang.

Pak Imam memulai menjelaskan core value Kurassaki dengan konkret, yakni dengan menunjukkan foto-foto di atas di hadapan audiens (hehe, jadi prolog-nya memang panjang karena memang di situlah letak inti pembelajarannya). Adapun gerakan Pak Imam ke sekolah-sekolah ini diawali dari mempelajari ilmu Sanisek (Sanitasi sekolah), di mana sekolah menjadi tempat edukasi untuk urusan air limbah (buang air) dan sampah. So kembali ke Kurassaki, Core Value dari Kurassaki ada 3, yakni adalah
1. Pedagang bisa melakukan penghematan uang hingga Rp 800.000 setiap tahunnya (Rp 80.000 per bulan, 10 bulan waktu efektif sekolah). Menarik untuk kita telaah lebih lanjut: lazimnya kita mengeluarkan uang untuk memecahkan masalah, tetapi dalam kasus kantong plastik ini ternyata uang yang kita belanjakan justru telah menimbulkan masalah: timbunan plastik
2. Guru-guru dan Kepala Sekolah pun diuntungkan dengan adanya Kurassaki. Pak Imam menjelaskan bahwa doktrin di dunia pendidikan "Buanglah Sampah pada Tempatnya" rasa-rasanya perlu dikaji kembali. Beliau mengusulkan "Buanglah Sampah dengan Tempatnya" sebagai doktrin yang baru terhadap permasalahan sampah yang ada saat ini.
Buanglah Sampah pada Tempatnya
(= memang selalu disediakan "tempat" untuk membuang sampah)

Awas, hati-hati. Ajakan untuk "membuang sampah pada tempatnya" ternyata bisa berbahaya,
a. Bisa berarti bahwa memang akan selalu diakomodir/ disediakan "tempat" untuk membuang sampah (oleh sekolah/ institusi/ pemerintah). Kita tidak berbicara mengenai tong sampah saja. Apabila tong/ kontainer sampah tidak muat untuk menampung sampah, memang disediakanlah tempat yang lebih luas, misalnya di pinggir jalan raya seperti foto di atas (foto sebenarnya, bukan ilustrasi).
b. Padahal akhir-akhir ini, banyak orang mulai mengeluh soal sampah. Seakan-akan sampah yang kita timbulkan setiap harinya (secara tak sadar), akhirnya telah menjadi sebuah masalah baru. Kita tahu bahwa masalah ini harus segera disingkirkan dari hadapan kita, kita tahu bahwa akan selalu ada tempat untuk membuang masalah-masalah kita, yang kurang lebih wujudnya seperti ini

TPA Jatiwaringin di Kecamatan Mauk. TPA - nya Kabupaten Tangerang
Kurang lebih 2.500 ton sampah dibuang ke sini setiap harinya

c. Sejak kerajaan "plastik-sekali-pakai" menyerang, ternyata ribuan ton plastik ini ya hanya akan menjadi timbunan sampah saja di TPA ini. Tidak bisa hancur, tidak bisa terurai, tidak bisa membusuk dalam waktu singkat. Kecepatan penambahan sampah jauh lebih cepat dibanding kecepatan penguraiannya. Akibatnya? Inikah sampah yang untuknya kita telah diminta untuk terus membuang pada tempatnya setiap harinya? Jadi, mau seberapa luas lagi tempat yang harus kita sediakan?
d. Kalau kita bicara soal kecamatan: Orang Balaraja membuang sampah ke Kecamatan Mauk, warga urunan sekali angkut Rp 5.000,- (sebagai contoh) = Orang Balaraja membuang masalahnya ke Kecamatan Mauk. Pertanyaannya adalah ketika orang Mauk ternyata tidak mau mendapatkan masalah itu. Maukah Orang Balaraja kira-kira mengambil kembali masalahnya untuk dibuang di Balaraja saja? Pak Imam menjelaskan bahwa alangkah kurang bijaksananya kita sebagai manusia apabila merasa senang ketika sampah kita diambil oleh truk sampah tanpa berpikir bahwa kesenangan kita telah menimbulkan kesedihan bagi manusia di daerah lainnya. Uang Rp 5.000,- untuk mengangkut sampah tadi ternyata tidak benar-benar menyelesaikan masalah, tetapi hanya memindahkan masalah.

3. "Buanglah Sampah dengan Tempatnya" diusulkan menjadi paradigma baru, dimulai dari dunia pendidikan, karena memiliki arti: kita tidak perlu menyediakan tempat untuk sampah. Anggaran untuk tempat sampah bisa dihemat, anggaran untuk tenaga kebersihan bisa dihemat. Dengan sendirinya, kita akan terbebas dari sampah, terbebas dari masalah, apabila tempat-tempat untuk menampungnya menjadi ditiadakan. Dimulai dari lingkungan terkecil: sekolah. Implementasinya
a. Anak sekolah wajib membawa bekal makanan dan minuman sendiri dengan kemasan yang bisa dipakai berkali-kali
b. Pedagang dilarang melayani anak sekolah yang ingin jajan tapi tidak membawa wadah kemasan tersebut
c. Baik anak-anak maupun pedagang dilarang membawa bungkus kemasan apapun ke sekolah
d. (Siswa wajib meraut pensil di rumah)
e. (Siswa wajib membawa sapu tangan ke sekolah)
...
dan kebijakan-kebijakan lainnya yang sejalan dengan filosofi: "Sekolah tidak menyediakan tempat sampah"

Dan dalam waktu dekat, SDN Sentul Jaya 01 Balaraja akan segera membuat surat edaran untuk orang tua murid dan pedagang agar bisa mengimplementasi hal-hal di atas demi terwujudnya Kurassaki. 

Bagaimana jika dagangan pedagang menjadi tidak laku karena anak lupa membawa bekal? Di sini pedagang harus kembali ingat bahwa ia juga mempunyai peranan penting dalam mendidik anak. Anak yang tidak dilayani tentunya akan kembali ingat tentang Kurassaki dan keesokan harinya akan tidak lupa meminta orangtuanya menyiapkan wadah kemasan untuk dibawa agar ia bisa dilayani pedagang. Orang tua yang lupa pun akan kembali diingatkan karena sudah mendapatkan surat edaran dari sekolah yang ingin menerapkan Kurassaki.
--> Semuanya akan teratasi ketika seluruh komponen sekolah mampu bekerja sama dengan baik

Sekolah Bersih Tanpa Tempat Sampah
Amati foto di atas, apakah kelima poin ini terpenuhi"
1. Apa ada tempat sampah?
2. Apa ada sampah?
3. Apa sekolah ini bersih?
4. Ini plus atau minus?
5. Ini "waras" atau tidak?

Sebagai catatan kaki, kami mencatat bahwa setidaknya ada 3 sekolah yang telah berhasil mengimplementasi Kurassaki dan layak untuk dijadikan tempat studi banding:
1. SDN 3 Caringin
2. SMPN 1 Cisoka
3. SMPN 2 Solear

Program Kurassaki ini sudah resmi menjadi program di Kabupaten Tangerang. Targetnya, sampai akhir tahun 2023 nanti seluruh SD - SMP Negeri mesti sudah menjalankan program "waras" ini. Progress saat ini, sekitar 290 sekolah telah mendapatkan sosialisasi materi program Kurassaki ini.

Dan akhirnya, Salam Kurassaki!
Ayo Kita Kurangi Sampah Sekolah Kita..!

Dari sekolah satu, kita lanjutkan ke sekolah berikutnya lagi, (institusi pendidikan)
Dari kantor satu, kita lanjutkan ke kantor berikutnya lagi, (Kurassakan = Kurangi Sampah Kantor)
dan akhirnya kita lanjutkan ke masyarakat luas, sampai Indonesia benar-benar Merdeka dari Permasalahan Sampah.

Salam Kurassaki!
Salam Tangerang Gemilang!!
Salam (Persiapan) Hari Peduli Sampah Nasional!!!

Tangerang, 27 Januari 2020



der gruene Baum

Comments